Jumat, Maret 08, 2013

Sedikit Waktu untuk Anakku


Basi rasanya jika saya mengatakan kembali bahwa sekian lama saya kembali absen menulis.  Berkali-kali saya mengatakan ini, dan kembali terulang lagi.  Datang, hilang dan kembali.  Bahkan saya sempat lupa password saya masuk ke blog ini saking lamanya saya tidak membukanya kembali.  Banyak mungkin yang bertanya, kemana saya sebenarnya? kenapa saya menghilang begitu saja? sudah bosankah saya dengan dunia blog?.  Hmmmm..tidak. saya tidak pernah bosan menulis, jenuh? mungkin, tapi saya juga tidak bisa mengatakan itu.  Sibuk?hmmm...sebenarnya ini tidak juga.  Maybe, bisa dikatakan agak sedikit malas. yaaaaa. dengan segala rutinitas baru saya sebagai ibu dan istri.  Menata rumah, dan tetap bekerja. Waktu sepertinya kurang untuk saya. Sedikit waktu saya manfaatkan untuk bisa bersama anak saya.  Karena saya tau, tak banyak waktu yang bisa saya berikan untuk anak saya dikarenakan saya yang bekerja di luar rumah.  Berangkat kerja mepet waktu, pulang sesegera mungkin agar sampai dirumah dan memanfaatkannya bermain, memandikannya, menyuapinya, menidurkannya hingga terlelap. Begitu setiap hari. Rasanya saya butuh waktu yang lama dengan anak saya. Jadi maafkan saya jika menulis akhirnya menjadi nomer sekian dalam agenda saya.

Dulu, saya bisa memanfaatkan moment menulis ini di waktu senggang dikantor. Sekarang seharusnya saya pun bisa, lalu kenapa ini tak terjadi lagi?. Ok, seharusnya memang bisa. Namun, lagi-lagi saya akan memberikan alasan pembelaan untuk diri saya karena kerjaan kantor yang harus saya lakukan.  Kedua, skripsi yang tak kelar-kelar membuat pikiran saya makin kacau, dan tak mampu konsentrasi dengan benar.  Ketiga, keasyikan saya sebagai ibu baru sehingga lebih sering searching mengenai kebutuhan bayi dan mencari artikel mengenai perkembangan anak.  Semuanya melupakan saya akan blog ini.
 Namun terkadang jika jenuh itu datang dan sepi tiba-tiba hadir, blog ini kembali teringat. Ada kerinduan untuk menumpahkan isi hati ini.  Rasanya begitu banyak moment yang terlewatkan dalam hidupku yang tak kuceritakan, bahkan untuk di tuliskan disebuah buku diaryku yang kini meng-usang didalam lemari tak tersentuh. Buku yang dulu kurawat dan kusimpan rapi agar tak seorang pun menemukannya dan membacanya karena itu adalah rahasia dalam hidupku, kisahku, keluh kesahku, kegembiraanku. Nyatanya sekarang tak tersentuh dan tergeletak dalam lemari dan siapapun bisa menemukannya dan membacanya. Bahkan suamiku, tanpa sengaja pernah keceplosan mengatakn ia pernah membacanya. Ah, arasanya segalanya bukan menjadi rahasia lagi. Dan karena tu pula, saya merasa tak ada lagi yang perlu saya tuliskan.

Zaf anakku kini telah berusia 17 bulan, hampir dua tahun. Dan Alhamdulillah saya masih bisa terus memberikannya ASI. Ini komitment saya sebagi ibunya, saya ingin memberikan hak ASI-nya hingga ia melepaskannya sendiri. Walaupun saya bekerja, saya tetap bisa memberikannya ASI. disela-sela senggang kerja kantor, saya sempatkan untuk memerah ASI dan menyimpannya di lemari pendingin kantor untuk di bawa pulang kerumah, sehingga Zaf tetap bisa minum ASI walaupun saya bekerja.

Seharusnya saya bisa memberikan susu formula saja kepada anak saya dikarenakan kesibukan saya bekerja. tapi, nyatanya saya tidak bisa.   Hati nurani saya tidak bisa melakukannya. Jika saya masih bisa memberikan hak ASI anakku  walaupun dengan kondisi saya bekerja, saya akan memberikannya. Teknolpgi sekarang makin cangging, rasanya tidak ada lagi alasan untuk tidak memberikan ASI. Teknik penyimpanan ASI, cara memerah dan alat-alat yang digunakan sudah menyebar di berbagai toko dan media internet.
Jika beberapa ibu mengatakan tak ada waktu memerah dikantor. saya hanya sedikit heran beberapa dari mereka bisa memanfaatkan waktu untuk makan siang di luar kantor sedikit lama dibandingkan harus memerah ASI yang butuh waktu sedikitnya 15 menit.  Ato ijin ke kamar mandi pun yang bisa menghabiskan waktu 10 menitan. Menyusui adalah komitmen. Dan itu tergantung dari si ibu. Menyusui butuh ibu yang tulus, sabar,  ikhlas, dan tidak MALAS!.

Saya hanya tidak tega pada anak saya. Setelah saya habiskan waktu yang seharusnya milik dia saya gunakan untuk belreja seharian. Dan dia hanya mendapatkan sedikit waktu kita dipagi hari dan malam hari serta di hari libur. Rasanya saya merasa terlalu egois untuk juga menghilangkan hak ASI-nya yang seharusnya ia dapatkan. Tidak!. Saya hanya butuh sedikit pengorbanan yang tidak seberapa dibanding pengorbanan sang anak yang tidak tau apa-apa kita  tinggalkan ia bekerja. Anak hanya tidak bisa berbicara untuk mengatakan hal itu, ia hanya bisa pasrah karena ia hanya bayi.

Miris hati saya, ketika melihat anak menangis saat kita tinggal pergi bekerja. Menarik-narik rok kita untuk tetap berada bersamanya. Atau ketika ia pasrah di pintu pagar melihat kepergian kita dan lambaian tangannya yang lemah, tanda ia bisa menerima kita pergi bekerja. Bukannkah itu pengorbanan baginya? harus seharian tak bersama orang tuanya yang harusnya  ia mendapatkan kasih sayang dari kita, namun dia harus bersama orang lain?. Dan kita di kantor hanya untuk memerah ASI saja kita malas melakukannya. Pemberian ASI hanya butuh seumur hidup sekali dalam hidupnya. dan takkan terulang lagi hingga ia dewasa. Lalu apa susahnya kita sedikit berkorban untuk hak-nya yang hanya ia dapatkan sekali dalam seumur hidupnya?. Hanya butuh 2 tahun dalam sepanjang hidupnya!.Hak yang bisa dapatkan hanya dari ibu kandungnya. Tak kan pernah kembali ia menjadi bayi lagi, dan sekali itu saja ia membutuhkannya, butuh kerelaan kita memberikannya.

Saya hanya membayangkan bagaimana jika kita akhirnya menua. Jika karma itu terjadi. Saat masa tua kita yang merawat anak-anak kita. Saya hanya ingin dia tau bahwa semasa kecilnya, saya begitu menyayanginya dan apa yang telah saya lakukan untuk dia, merawatku selayaknya saya tulus merawat dia. Jika kita malas melakukannya , maka kelak jangan menuntut jika ia pun malas merawat kita saat tua. Jika saat ini saja kita malas memberikan ASI-nya, maka jangan menuntut jika nanti dia malas memberikan yang terbaik untuk merawat orang tuanya. Jika anda berfikir dengan membeli susu formula dan menyerahkan segalanya ke baby sister atau pembantu. Maka, jangan salahkan dia saat kita tua nanti, diapun mudah menyerahkan semuanya ke panti jompo atau pembantu untuk merawat anda.

Saya tau, saya belum menjadi orang tua yang sempurna. Tapi saya akan berusaha memberikan yang terbaik untuk anak saya dan keuarga saya. Karena saya tau, saya dulu memiliki masa kecil  yang tak sempurna. Dan saya tak menginginnkannya kembali terulang kepada anak-anak saya. Ini bukan tentang materi, tapi tentang hati setiap anak dan manusia. Saya pernah merasakan sepi, hampa, sakit dan trauma. Dan saya tak mau Perasaan tak ini terjadi pada anak-anak saya. Saya ibunya, maka ia akan kembali pada saya. Saya ibunya, dan saya ingin bisa hadir disetiap ia membutuhkan kehangatan saya. Saya ibunya, dan saya ingin ia tau bahwa ia memilki seorang ibu.

Tak sebanding rasanya kepuasan saya memandikan sendiri anak saya dan menyuapinya tiap pagi dengan tangan saya sendiri dibanding dengan telatnya saya ke kantor yang hanya 10 menit. Saya telah menerima konsekuensi potongan gaji saya karena telat. Tapi rasanya itu tak seberapa dengan kebersamaan anak saya yang hanya beberapa menit yang berharga. Lelah berlari-lari mengejar angkutan agar ingin cepat sampai kerumah rasanya tak seberapa dibanding bahagianya bertemu dan bersama lebih lama dengannya sebelum malam mengambilnya kembali dalam lelapnya.  Tak mengapa saya kehilangan waktu saya bersama teman-teman untuk bisa jalan-jalan, belanja belanji  di mall, berlibur kumpul-kumpul dengan teman-teman dibanding saya harus kehilangan waktu liburan saya dengan anak saya yang hanya dua hari. saya sudah puas melakukannya pada saat saya masih muda. Kini saya punya anak, yang menanti saya dan membutuhkan dekapan saya.

Saya pasti akan menua, dan dengan siapa lagi saya akan bergantung selain Tuhan jika bukan anak saya. Suatu hari nanti saya akan renta, tak mampu apa-apa. Siapa yang akan merawat saya, jika bukan anak saya.

Kita sudah bekerja sepanjang hidup, itu untuk siapa? jika tidak kita lakukan semua itu untuk kehidupan anak kita. Lalu, rasanya sungguh miris jika lelah kerja kita sepanjang hidup, kita hanya di sia-siakan oleh anak saat kita menua. Harta itu tak-kan menolong kita saat renta. Sepi itu akan datang, hampa itu akan terasa. Saya hanya ingin rasa itu tak terjadi disaat saya renta. dan saya tak ingin rasa itu terasa pada anak-anak saya saat ini ataupun nanti.


“Allah mewasiatkan kepada kalian tentang anak-anak kalian”
[QS. an-Nisa' : 11]


 ................................................................................................................................................................



4 komentar: